Compulsive Shopping Disorder and How to Solve them
Source: addictioncenter.com |
Obesistuff Suatu kebiasaan masyarakat di tengah berkembangnya promo e-commerce yang menggiurkan Dengan memasang tanggal-tanggal cantik di bagian marketingnya Mau dari Golongan menengah ke atas atau menengah ke bawah Semuanya sama
Efek tdk bisa membedakan antara keinginan dan Kebutuhan
Sehingga berakibat menumpuknya barang, yg disimpan berbulan-bulan bahkan Bertahun-tahun lamanya, dianggapnya masih diperlukan atau bagian dari suatu memori masa lalu yg sulit untuk dilupakan.
hal yang lumrah memang melihat kita' sebagai manusia terpengaruh adanya promo e-commerce tersebut, yg jadi masalah ketika kita mengalami KECANDUAN.
kecanduan ini bisa menjadi suatu gejala penyakit mental yang biasa disebut "Compulsive Shopping Disorder"
Terus apa sih perbedaan Belanja biasa, Belanja sesekali, dan Kecanduan belanja?. seperti hal semua yg membuat candu yang membedakan adalah perilaku tersebut menjadi pelampiasan sekaligus cara utama untuk mengatasi stres, sehingga akan terus-menerus berbelanja secara berlebihan yg berakibat susah untuk mengontrol pengeluaran yang bahasa kerennya "Shopaholics".
Trik promo marketing e-commerce yang sudah saya sebutkan di awal paragraf dirancang untuk memicu rangsangan impulsif di otak agar terus-menerus belanja, sama halnya seperti kecanduan media sosial yg bisa berakibat gangguan kecemasan. kecendrungan untuk belanja online di zaman modern ditambah di saat pandemi trik promo e-commerce terasa menggiurkan.
Nama lain dari Compulsive Shopping Disorder adalah "oniomania'' yang dicetuskan sekaligus ditemukan secara klinis oleh ahli Psikiatri asal Jerman Emil Kraepelin pada tahun 1915 yang dikutip oleh Eugen Bleuler yang juga seorang psikiatri pada tahun 1930. Hampir 6% populasi orang dewasa di Amerika Serikat mengalami Compulsive Shopping Disorder menurut jurnal asal Prancis pada tahun 2011, kelainan ini semakin bertambah pesat dalam kurun waktu beberapa dekade terakhir yang dimulai saat awal 1980-1990 dan akan terus meningkat hingga sekarang, kelainan ini bisa bertahan dalam periode waktu 2 bulan sampai 2 tahun yang bergantung pada tingkat ekonomi dan faktor lingkungan keluarga.
Tidak ada treatment yang standar dalam penanganan kelainan Compulsive Shopping Disorder ini. Studi pengobatan secara psikofarmakologi yaitu mengubah kebiasaan pasien dengan biblioterapi, konseling keuangan, dan yang paling ampuh yaitu dengan mengubah perilaku kognitif pasien dengan metode CBT yakni memantau kebiasaan pasien dalam waktu 12 minggu serta mengajarkan pasien untuk bergaya hidup sederhana dengan mengatur keuangannya.
Untuk treatment secara farmakologi hanya sedikit menimbulkan efek kepada pasien dan itupun dalam jangka waktu yang sementara, sehingga tidak begitu disarankan. Contoh obat yang memberikan efek meskipun kecil dan bersifat sementara adalah Citalopram, Fluvoxamine, dan Naltrexon.
Solusi yang paling ampuh untuk mengatasi Compulsive Shopping Disorder adalah: 1) Pasien harus secara sadar mengalami penyakit ini 2) Menemukan waktu luang yang lebih positif selain berbelanja 3) manajemen keuangan 4) berbelanja bersama teman atau keluarga untuk mengurangi dampak dari kelainan ini.
Source:
1. Hague, B., Hall, J., & Kellett, S. (2016). Treatments for compulsive buying: A systematic review of the quality, effectiveness and progression of the outcome evidence. Journal of Behavioral Addictions, 5(3), 379–394.
2. Black, D. W., Shaw, M., & Allen, J. (2016). Five-year follow-up of people diagnosed with compulsive shopping disorder. Comprehensive Psychiatry, 68, 97–102.
3. www.verywellmind.com/what-is-compulsive-shopping-disorder-2510592
Komentar
Posting Komentar